Dukungan Indonesia untuk Independensi Palestina

INDONESIA – PALESTINE SEMINAR
Indonesia’s Support for Palestine Independence

By:      H.E. Fariz Al Mehdawi
            (Ambassador of the State of Palestine for Indonesia)
            Ronny P. Yuliantoro
            (Direktur Timur Tengah Kemenlu Republik Indonesia)
            Yusli Efendi
            (Dosen FISIP Universitas Brawijaya)


            Pemerintahan Islam Palestina berdiri sejak tahun 1878 yang dipimpin oleh Sultan Abdel Hamid II dari Kerajaan Ottoman. Palestina merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim dengan presentase 88%, sedangkan lainnya adalah Kristen dan Yahudi.
            Perpecahan wilayah di Palestina tidak terlepas dari politik luar negeri Inggris waktu itu yang mengirim surat kepada pemuka yahudi dengan menyatakan bahwa dukungan terhadap kaum yahudi untuk mendirikan sebuah negara untuk kaum yahudi di Palestina.
            Setelah itu, mulai tahun 1920 banyak kerusuhan yang terjadi di wilayah tersebut yang diawali oleh kerusuhan Nabi Musa di Jerusalem pada tahun 1920, berlanjut pada kerusuhan protes anti imigran Jahudi di Jaffa tahun 1921, kerusuhan yang dilakukan oleh Izz Eddin al Qassam grup Tangan Hitam tahun 1930 yang membuat dirinya sebagai pahlawan pertama hingga membangkitkan semangat nasionalisme dan menjadi inspirasi bagi pejuang-pejuang kemerdekaan pada generasi berikutnya, pada akhirnya tahun 1935 terjadi “Pemberontakan Akbar” antara kubuh Arab dengan Yahudi untuk menghentikan atau mengakhiri imigrasi Yahudi dan penjualan tanah kepada orang-orang Yahudi, dan menuntut pembentukan Negara Arab merdeka.
            Setelah PBB menyetujui pemisahan wilayah pada bulan November 1947, kekerasan antara Arab dengan Jahudi meningkat yang mengakibatkan kematian sia-sia seorang pemimpin Abdel Qader al Hussaeni pada peperangan di Pastel pada 8 April 1948.
            Persekutuan Jahudi dengan Amerika Serikat dimanfaatkan dengan baik oleh mereka hingga mendapat pengakuan dari Presiden Amerika Serikat Harry Truman yang mengakui deklarasi Negara Israel. Dengan pengakuan tersebut Israel semakin mudah dalam melakukan ekspansi wilayah hingga 78% wilayah menjadi milik mereka.
         &nbrp;  Banyak penyimpangan yang dilakukan oleh Israel, diantaranya di mana penduduk asli Palestina tidak diizinkan untuk kembali ke tanah kelahiran mereka padahal hal itu telah dijamin oleh Resolusi Umum PBB No. 194. Ekspansi perbatasan dengan cara perampasan wilayah dengan kekerasan yang tidak dapat dibenarkan dan meskipun tindakan tersebut sudah dinyatakan tidak sah oleh Dewan Keamanan PBB. Adanya pemenjaraan besar-besaran orang-orang Palestina dan perlakuan tidak manusiawi yang mereka terima dalam tahanan yang menyebabkan isu pelepasan semua tahanan menjadi agenda nasional yang utama. Adanya pembangunan tembok pemisah sebagai serangkaian kebijaksanaan pembagian wilayah yang sangat diskriminatif yang dimaksudkan untuk mempersulit orang-orang Palestina dalam melakukan pembangunan hingga mengakibatkan terjadinya penumpukan penduduk yang sangat parah di Jerusalem Timur.
Peran, Dukungan, dan Kontribusi Indonesia
            Dinamika dukungan dan peran Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah hubungan Indonesia dengan negara-negara timur lainnya. Di mana waktu itu adanya pengakuan pertama de facto dan de jure terhadap Indonesia oleh Mesir dan Suriah yang merupakan bagian dari negara-negara timur.
            Dukungan Indonesia terhadap Palestina selain berpijak pada akar historis juga bersandar pada semangat kemerdekaan nasional seperti tertuang pada pembukaan UUD 1945 yang menyatakan sikap Indonesia yang menolak setiap bentuk penjajahan di muka bumi.
            Secara kriminologis, posisi Indonesia dapat dibagi pada beberapa periode yaitu periode perjuangan kemerdekaan, periode Orde Lama, periode Orde Baru, dan periodd era Reformasi.
Era Perjuangan Kemerdekaan (1940-1949)
            Dukungan Indonesia terhadap nasib Palestina diwarnai oleh dinamika mengalirnya dukungan yang diberikan oleh negara-negara Timur Tengah seperti yang telah dipaparkan di atas bagian ini.
            Hal ini menegaskan kehati-hatian RI dalam menganggapi semua tawaran dari Israel melihat Indonesia adalah negara penentang penjajahan dan penyeru kepada akselerasi dekolonisasi diberbagai belahan dunia.
            Dukungan tersebut juga tercermin saat berlangsungnya Konperensi KAA pada tahun 1955 di Bandung. Isu Palestina Israel sempat dibahas pada penentuan peserta konferensi, di mana dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan Indonesia, Pakistan dengan pandangan India, Sri Lanka, dan Burma yang cenderung mendukung kehadiran delegasi dari Israel.
     &nbrp;      Penolakan Indonesia dan Pakistan tersebut didasarkan atas semangat dari KAA yang justru ingin membebaskan seluruh bangsa di wilayah Asia-Afrika di bawah penjajahan dan kolonialisme. Pada akhirnya pandangan tersebut akhirnya diterima oleh semua peserta dan menghasilkan delegasi dari Palestina yang mengikuti konferensi tersebut hingga menyepakati Deklarasi Dasa Sila Bandung.
Era Orde Lama (1959-1965)
            Dinamika politik internal Indonesia yang diwarnai dengan perubahan struktur ketatanegaraan dari demokrasi parlementer menuju demokrasi terpimpin memberikan tafsir baru atas politik luar negeri bebas aktif Indonesia yang cenderung lebih dekat dengan kekuatan blok timur dan menolak segala hal yang berbau barat (neo-kolim). Hal tersebut dicerminkan pemerintah Indonesia dengan menolak keikutsertaan Israel dalam Asian Games 1962 yang diselenggarakan di Jakarta.

Era Orde Baru (1967-1998)
            Abstainnya Indonesia pada protes negatif, penentangan, bahkan ancaman boikot terhadap mesir pasca perjanjian Camp David 1979 yang menghasilkan pengembalian semenanjung Sinai yang semula diduduki Israel terhadap Mesir menunjukkan posisi dasar Indonesia terhadap isu Palestina-Israel yang kemudian hari dikenal dengan formula Land For Peace. Posisi tersebut menunjukkan, meskipun telah mengalami perubahan rejim dan sistem politik Indonesia atas politik bebas aktif. Indonesia tetap konsisten memberikan dukungan dan bantuan bagi palestina.
            Dukungan Indonesia terhadap Palestina juga diberikan setelah pendeklarasian kemerdekaan Palestina di Alger pada tanggal 15 November 1988 dengan penandatanganan “Joint Communique on the Establishment of Indonesia-Palestine Diplomatic Relations in Ambassadorial Level”.
Era Reformasi
            Pada kepemimpinan Habibie hingga Susilo Bambang Yudhoyono saat ini, sikap Indonesia terhadap Palestina tetap komitmen dengan dukungan atas perjuangan kemerdekaan Bangsa Palestina dari Bangsa Indonesia yang tidak pernah berkurang sedikitpun.
            Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia menyambut positif penegasan yang disampaikan Israel maupun Palestina terhadap kelanjutan proses perdamaian. Terkait hal tersebut, Pemerintah Indonesia berharap agar perundingan tersebut turut membahas isu-isu utama seperti batas wilayah negara Palestina, status Jerusalem, nasib pengungsi Palestina, pembongkaran pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan Palestina, pengaturan tentang penggunaan dan pendistribusian sumber air, dan aspek keamanan.
            Dan juga dalam cerminan perjuangan Bangsa Palestina, Pemerintah Indonesia telah ikut berkontribusi dengan menyampaikan komitmen sebesar US$ 1 juta sebagai bantuan kemanusiaan pada 17 Desember 2007 di Paris pada saat penyelenggaraan Konferensi Internasional Negara-negara Donor.
            Indonesia bersama dengan Afrika Selatan juga telah menyelenggarakan New Asia-Africa Strategic Partnership Ministerial Conference on Capacity Building for Palestine di Jakarta pada 14-15 Juli 2008 guna mendukung terwujudnya negara Palestina yang Viable, dan banyak menghasilkan sejumlah komitmen teknis, seperti pelatihan diberbagai bidang oleh negara peserta konferensi.
            Sebagai negara yang juga telah mengalami penjajahan selama ratusan tahun, Indonesia akan tetap konsisten mendukung terwujudnya kemerdekaan Palestina dan hal tersebut tercermin dalam amanat UU 1945. Dan Indonesia telah membuktikan konsistensinya atas dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.

0 komentar:

Posting Komentar